Jumat, 02 Mei 2014

ZAT BERBAHAYA PADA MAKANAN

Rodhamine B, Pewarna Berbahaya ?

Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.239/Menkes/Per/V/85 menetapkan 30 zat pewarna berbahaya. Rhodamine B termasuk salah satu zat pewarna yang dinyatakan sebagai zat pewarna berbahaya dan dilarang digunakan pada produk pangan (Syah et al. 2005). Namun demikian, penyalahgunaan rhodamine B sebagai zat pewarna pada makanan masih sering terjadi di lapangan dan diberitakan di beberapa media massa. Sebagai contoh, rhodamine B ditemukan pada makanan dan minuman seperti kerupuk, sambal botol dan sirup di Makassar pada saat BPOM Makassar melakukan pemeriksaan sejumlah sampel makanan dan minuman ringan (Anonimus 2006).
Rhodamine B termasuk zat yang apabila diamati dari segi fisiknya cukup mudah untuk dikenali. Bentuknya seperti kristal, biasanya berwarna hijau atau ungu kemerahan. Di samping itu rhodamine juga tidak berbau serta mudah larut dalam larutan berwarna merah terang berfluorescen. Zat pewarna ini mempunyai banyak sinonim, antara lain D and C Red no 19, Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine dan Brilliant Pink B. Rhodamine biasa digunakan dalam industri tekstil. Pada awalnya zat ini digunakan sebagai pewarna bahan kain atau pakaian. Campuran zat pewarna tersebut akan menghasilkan warna-warna yang menarik. Bukan hanya di industri tekstil, rhodamine B juga sangat diperlukan oleh pabrik kertas.
Fungsinya sama yaitu sebagai bahan pewarna kertas sehingga dihasilkan warna-warna kertas yang menarik. Sayangnya zat yang seharusnya digunakan sebagai pewarna tekstil dan kertas tersebut digunakan pula sebagai pewarna makanan. Penggunaan zat pewarna ini dilarang di Eropa mulai 1984 karena rhodamine B termasuk karsinogen yang kuat. Efek negatif lainnya adalah menyebabkan gangguan fungsi hati atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati (Syah et al. 2005). Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa zat pewarna tersebut memang berbahaya bila digunakan pada makanan. Hasil suatu penelitian menyebutkan bahwa pada uji terhadap mencit, rhodamine B menyebabkan terjadinya perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan di sekitarnya mengalami disintegrasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan adanya piknotik (sel yang melakukan pinositosis) dan hiperkromatik dari nukleus, degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma (Anonimus 2006).
Dalam analisis yang menggunakan metode destruksi yang kemudian diikuti dengan analisis metode spektrofometri, diketahui bahwa sifat racun rhodamine B tidak hanya disebabkan oleh senyawa organik saja tetapi juga oleh kontaminasi senyawa anorganik terutama timbal dan arsen (Subandi 1999). Keberadaan kedua unsur tersebut menyebabkan rhodamine B berbahaya jika digunakan sebagai pewarna pada makanan, obat maupun kosmetik sekalipun. Hal ini didukung oleh Winarno (2004) yang menyatakan bahwa timbal memang banyak digunakan sebagai pigmen atau zat pewarna dalam industri kosmetik dan kontaminasi dalam makanan dapat terjadi salah satu diantaranya oleh zat pewarna untuk tekstil.
Penambahan zat pewarna pada makanan dilakukan untuk memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna dan menutupi perubahan warna selama penyimpanan. Penambahan zat pewarna rhodamine B pada makanan terbukti mengganggu kesehatan, misalnya mempunyai efek racun, berisiko merusak organ tubuh dan berpotensi memicu kanker. Oleh karena itu rhodamine B dinyatakan sebagai pewarna berbahaya dan dilarang penggunannya. Pemerintah sendiri telah mengatur penggunaan zat pewarna dalam makanan. Namun demikian masih banyak produsen makanan, terutama pengusaha kecil, yang menggunakan zat-zat pewarna yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan, misalnya pewarna untuk tekstil atau cat yang pada umumnya mempunyai warna yang lebih cerah, lebih stabil dalam penyimpanan, harganya lebih murah dan produsen pangan belum menyadari bahaya dari pewarna-pewarna tersebut.
Pangan merupakan komoditi utama  dalam memenuhi kebutuhan hidup. Dewasa ini, jenis  pangan yang dijual di pasaran sangat beraneka ragam dan tidak jarang mengandung bahan tambahan makanan. Salah satu  bahan  tambahan  pangan  itu  adalah  zat  pewarna.  Tujuan  penggunaan  zat  pewarna  pada  pangan antara  lain  untuk  membuat  pangan  menjadi  lebih  menarik,  menyeragamkan  warna  pangan,  serta mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan.
Zat  pewarna  yang  digunakan  dalam  produksi  pangan  dapat  berupa  zat  pewarna  alami  maupun sintetis/buatan.  Zat  pewarna  alami  dapat  diperoleh dari  pigmen  tanaman, misalnya  warna  hijau  yang didapat  dari  klorofil  dedaunan  hijau  dan  warna  oranye-merah  yang  berasal  dari  karotenoid  wortel.
Sedangkan  zat  pewarna  sintetis  merupakan  zat  pewarna  yang  sengaja  dibuat  melalui  pengolahan industri.  Zat  pewarna  sintetis  biasanya  digunakan  karena  komposisinya  lebih  stabil,  seperti  Sunset yellow FCF yang memberi warna oranye, Carmoisine  untuk  warna merah, serta Tartrazine untuk  warna kuning.  Pada  produk  pangan  yang  perlu  dihindari  adalah  penggunaan  zat  pewarna  yang  berlebihan, tidak  tepat,  dan  penggunaan  zat  pewarna  berbahaya  yang  tidak  diperuntukkan  untuk  pangan  karena dapat memberikan dampak negatif terhadap kesehatan. 
Penggunaan  zat  pewarna  baik  alami  maupun  buatan  sebagai  bahan  tambahan  makanan  telah  diatur dalam  Peraturan  Menteri  Kesehatan  RI  Nomor  722/MenKes/Per/VI/88  mengenai  Bahan  Tambahan Makanan.  Sedangkan  zat  warna  yang  dilarang  digunakan  dalam  pangan  tercantum  dalam  Peraturan Menteri  Kesehatan  RI  Nomor  239/MenKes/Per/V/85  mengenai  Zat  Warna  Tertentu  yang  Dinyatakan sebagai  Bahan  Berbahaya
Dalam  peraturan-peraturan  tersebut,  pemerintah  mengatur  bahan  tambahan makanan apa saja yang diperbolehkan dan batas maksimum penggunaannya.
Salah satu pewarna sintetis yang dilarang  digunakan sebagai bahan tambahan pangan  adalah Rhodamin B.  Rhodamin  B  merupakan  pewarna  sintetis  berbentuk  serbuk  kristal,  berwarna  hijau  atau  ungu kemerahan,  tidak  berbau,  dan  dalam  larutan  akan  berwarna  merah  terang  berpendar/berfluorosensi.
Rhodamin B merupakan zat warna golongan  xanthenes  dyes  yang  digunakan  pada industri tekstil dan kertas, sebagai pewarna kain, kosmetika, produk pembersih mulut,  dan sabun.  Nama lain rhodamin B adalah D and C Red no 19. Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine, dan Brilliant Pink. Bahan pangan yang  masih  menggunakan  rhodamin  B  pada  produknya  mungkin  dapat  disebabkan  oleh  pengetahuan yang  tidak  memadai  mengenai  bahaya  penggunaan  bahan  kimia  tersebut  pada  kesehatan  dan  juga karena  tingkat  kesadaran  masyarakat  yang  masih  rendah.  Selain  itu,  rhodamin  B  sering  digunakan sebagai pewarna makanan karena harganya relatif lebih murah daripada pewarna sintetis untuk pangan, warna  yang dihasilkan lebih  menarik dan tingkat stabilitas warnanya lebih baik daripada pewarna alami.
Rhodamin  B  sering  disalahgunakan  pada  pembuatan  kerupuk,  terasi,  cabe  merah  giling,  agar-agar, aromanis/kembang  gula,  manisan,  sosis,  sirup,  minuman,  dan  lain-lain.  Ciri-ciri  pangan  yang mengandung rhodamin  B  antara lain warnanya cerah mengkilap dan lebih mencolok, terkadang warna terlihat  tidak  homogen  (rata),  ada  gumpalan warna pada  produk,  dan  bila  dikonsumsi  rasanya  sedikit lebih pahit.  Biasanya  produk  pangan yang mengandung rhodamin B  tidak mencantumkan  kode, label, merek, atau identitas lengkap lainnya.
Bahaya Rhodamin B bagi Kesehatan
Menurut WHO, rhodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia karena sifat kimia dan kandungan logam beratnya. Rhodamin  B  mengandung  senyawa klorin (Cl).  Senyawa  klorin merupakan  senyawa  halogen yang  berbahaya dan reaktif. Jika tertelan, maka senyawa ini akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan cara mengikat senyawa lain dalam tubuh, hal inilah yang bersifat racun bagi tubuh. Selain itu,  rhodamin  B  juga  memiliki  senyawa  pengalkilasi  (CH3-CH3)  yang  bersifat  radikal  sehingga  dapat berikatan dengan protein, lemak, dan DNA dalam tubuh.
Penggunaan  zat  pewarna  ini  dilarang  di  Eropa  mulai  1984  karena  rhodamin B termasuk  bahan karsinogen (penyebab kanker)  yang kuat. Uji toksisitas rhodamin B yang dilakukan terhadap mencit dan tikus  telah  membuktikan  adanya  efek  karsinogenik  tersebut.  Konsumsi  rhodamin  B  dalam  jangka panjang dapat terakumulasi di dalam tubuh dan dapat menyebabkan gejala pembesaran  hati dan ginjal, gangguan  fungsi  hati,  kerusakan  hati,  gangguan  fisiologis  tubuh,  atau  bahkan  bisa  menyebabkan timbulnya kanker hati.
Penatalaksanaan Keracunan
Pada umumnya, bahaya akibat pengonsumsian rhodamin B akan muncul jika zat warna ini dikonsumsi dalam  jangka  panjang.  Tetapi,  perlu  diketahui  pula  bahwa  rhodamin  B  juga  dapat  menimbulkan  efek akut jika tertelan sebanyak  500 mg/kg  BB,  yang merupakan dosis toksiknya.  Efek toksik yang mungkin terjadi adalah  iritasi saluran cerna.  Jika hal tersebut terjadi maka tindakan yang harus dilakukan antara lain  segera berkumur, jangan menginduksi muntah, serta periksa  bibir dan mulut jika ada  jaringan yang terkena  zat  beracun.  Jika  terjadi  muntah,  letakan  posisi  kepala  lebih  rendah  dari  pinggul  untuk mencegah terjadinya muntahan masuk ke saluran pernapasan (aspirasi paru). Longgarkan baju, dasi, dan ikat pinggang untuk melancarkan pernapasan.  Jika diperlukan segera bawa pasien ke rumah sakit atau dokter terdekat.
Pencegahan Keracunan
Hindari penggunaan rhodamin  B  dalam pangan dan hindari mengonsumsi makanan yang mengandung rhodamin  B. Lebih lengkapnya, untuk  mencegah efek  jangka panjang  dari  rhodamin  B  akibat tertelan secara  tidak  sengaja,  maka  lebih  baik  dilakukan tindakan  pencegahan  dalam memilih  pangan,  dengan cara:
Lebih  teliti  dalam  membeli  produk  pangan,  misalnya  dengan  menghindari  jajanan  yang
berwarna terlalu menyolok, terutama jajanan yang dijual di pinggir jalan.
Mengenali kode registrasi produk,  misalnya produk pangan sudah terdaftar di Badan POM  atau
untuk pangan industri rumah tangga sudah terdaftar di Dinas Kesehatan setempat.
Tidak membeli produk yang tidak mencantumkan informasi kandungannya pada labelnya.

Pustaka:
1.  Peraturan  Menteri  Kesehatan  RI  Nomor  722/MenKes/Per/VI/88  mengenai  Bahan  Tambahan
Makanan.
2.  Peraturan Menteri  Kesehatan  RI  Nomor  239/MenKes/Per/V/85 mengenai  Zat Warna  Tertentu
yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya.
3.  O'Neil, Maryadele J. et al, 2006,  The Merck Index,  Merck Sharp & Dohme Corp., a subsidiary of
Merck & Co., Inc.
4.  Sentra Informasi Keracunan, Pusat Informasi Obat dan Makanan, Badan POM RI. 2005 Pedoman
Pertolongan Keracunan untuk Puskesmas, Buku IV Bahan Tambahan Pangan.
5.  http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9924812
6.  http://www.lookchem.com/msds/2009-6/Rhodamine%20B.pdf
7.  http://scienceray.com/technology/pick-up-doom-when-using-rhodamin-b-in-food/ 
8.  http://www.drugfuture.com/toxic/q8-q871.html


About

 
This Blog Are Protected By Me . DO NOT OPEN MY PAGESOURCE . Full Designed by -Nur Irdina Zakaria-
...